samaran
seorang pangeran yang bernama asli Panji
Asmarabangun dari Kerajaan Jenggala.
Menurut
cerita, Panji Asmarabangun melakukan
penyamaran
karena ingin mencari istrinya yang telah pergi
meninggalkan istana.
Alkisah, di daerah Jawa Timur, Indonesia,
berdirilah
dua buah kerajaan kembar, yaitu Kerajaan
Jenggala yang dipimpin oleh Raja Jayengnegara
dan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja
Jayengrana.
Menurut cerita, dahulunya kedua
kerajaan tersebut berada dalam satu wilayah
yang
bernama Kahuripan. Sesuai dengan pesan
Airlangga sebelum meninggal, kedua kerajaan
tersebut harus disatukan kembali melalui suatu
ikatan pernikahan untuk menghindari terjadinya
peperangan.
Ketika dewi sekartaji sedang
mencuci di sungai, tiba-tiba seekor burung
bangau
datang menghampirinya. Anehnya, burung
bangau
itu dapat berbicara layaknya manusia dan kedua
kakinya mencengkram sebuah cambuk.
“Wahai, Tuan Putri! Pergilah ke Desa Dedapan
mengikuti sayembara itu! Di sana Tuan Putri akan
bertemu dengan Panji Asmarabangun. Bawalah
cambuk ini! Jika sewaktu-waktu Tuan Putri
membutuhkan pertolongan, Tuan Putri boleh
menggunakannya,” ujar sang burung bangau
seraya meletakkan cambuk itu di atas batu di
dekat Kleting Kuning.
Belum sempat Kleting Kuning berkata apa-apa,
burung bangau itu sudah terbang ke angkasa
dan
seketika itu pula menghilang dari pandangan
mata.
Tanpa berpikir panjang lagi, Kleting Kuning pun
segera kembali ke rumah dan bersiap-siap
berangkat menuju Desa Dadapan. antara
mereka.
Akhirnya, Panji Asmarabangun (putra
Jayengnegara) dinikahkan dengan Sekartaji (Putri
Jayengrana).
Pada suatu ketika, Kerajaan Jenggala tiba-tiba
diserang oleh kerajaan musuh. Di saat
pertempuran sengit berlangsung, Putri Dewi
Sekartaji melarikan diri dan bersembunyi ke
sebuah
desa yang jauh dari Jenggala. Untuk menjaga
keselamatan jiwanya, ia menyamar sebagai gadis
kampung dan mengabdi kepada seorang janda
yang kaya raya bernama Nyai Intan. Nyai Intan
mempunyai tiga orang putri yang cantik dan
genit.
Mereka adalah Kleting Abang (sulung), Kleting
Ijo,
dan Kleting Biru (bungsu). Oleh Nyai Intan, Dewi
Sekartaji diangkat menjadi anak dan diberi nama
Kleting Kuning.
Di rumah Nyai Intan, Kleting Kuning selalu
disuruh
mengerjakan seluruh perkerjaan rumah seperti
memasak, mencuci, dan membersihkan rumah.
Ia
sering dibentak oleh Nyai Intan dan diperlakukan
tidak senonoh oleh ketiga kakak angkatnya.
Bahkan, ia terkadang diberi makan sehari satu
kali
oleh ibu angkatnya. Sementara itu, di Kerajaan
Jenggala, Panji Asmarabangun bersama
pasukannya berhasil memukul mundur pasukan
musuh. Namun, ia sangat sedih karena istrinya
telah pergi meninggalkan istana Jenggala dan
tidak ditahui keberadaannya.
Setelah keadaan di Kerajaan Jenggala kembali
tenang dan aman, sang Pangeran memutuskan
untuk mencari istrinya. Namun sebelum itu, ia
memerintahkan beberapa pengawalnya untuk
mencari jejak kepergian istrinya. Suatu sore,
ketika
ia sedang duduk di pendopo istana, datanglah
seorang pengawalnya untuk menyampaikan
laporannya.
“Ampun, Baginda! Hamba ingin menyampaikan
berita gembira untuk Baginda,” lapor pengawal
itu.
“Apakah kamu telah mengetahui keberadaan
istriku?” tanya Panji Asmarabangun dengan tidak
sabar.
“Ampun, Baginda! Hamba hanya menemukan
seorang gadis yang mirip dengan isti Baginda di
sebuah dusun. Namun, hamba belum yakin dia
itu
istri Baginda, karena ia hanya seorang gadis
kampung yang bekerja sebagai pembantu pada
seorang janda kaya,” jelas pengawal itu.
Mendengar laporan itu, sang Pangeran pun
memutuskan untuk menyamar menjadi seorang
pangeran tampan yang sedang mencari jodoh.
Keesokan harinya, berangkatlah ia bersama
beberapa orang pengawalnya ke Desa Dadapan
yang berada di dekat Sungai Bengawan Solo,
Lamongan. Desa itu berseberangan dengan desa
tempat tinggal Kleting Kuning.
Di desa itu, Panji Asmarabangun menyamar
dengan nama Ande Ande Lumut dan tinggal di
rumah seorang janda tua bernama Mbok Randa.
Beberapa hari kemudian, ia pun memerintahkan
para pengawalnya agar pengumuman sayembara
mencari jodoh itu segera disebarkan kepada
seluruh pelosok desa. Dalam waktu singkat,
berita
tentang pelaksanaan sayembara itu tersebar
hingga ke desa seberang, desa tempat tinggal
Kleting Kuning.
Betapa senangnya hati Kleting Abang, Ijo, dan
Biru
mendengar kabar itu. Mereka akan berdandan
sencantik-cantiknya untuk menaklukkkan hati
sang
Pangeran Tampan, Ande Ande Lumut.
“Asyik… Asyik...!!! Kita akan berdandan secantik-
cantiknya. Kalau salah seorang di antara kita
menjadi putri raja, ibu pasti akan senang,” kata
Kleting Abang.
Pada hari sayembara itu dimulai, Kleting Abang,
Ijo, dan Biru pun segera berdandan dengan
sangat
mencolok. Mereka mengenakan pakaian yang
paling bagus dan perhiasan yang indah. Saat
mereka sedang asyik berdandan, Kleting Kuning
mendekati mereka.
“Wah, kalian cantik sekali!” puji Kleting Kuning.
“Hai, Kleting Kuning! Apakah kamu ingin
mengikuti
sayembara juga?” tanya Kleting Abang.
“Ah, tidak mungkin! Baju pun kamu tak punya.
Apakah kamu mau ikut sayembara dengan baju
seperti itu?” sahut Kleting Ijo dengan mencela.
“Benar, kamu tidak pantas ikut sayembara ini!
Lebih baik kamu di rumah mengurus semua
pekerjaanmu. Ayo, pergilah ke sungai mencuci
semua pakaian kotor itu!” seru Kleting Biru
sambil
menunjuk ke pakaian ganti mereka yang sudah
kotor. Kleting Kuning segera mengumpulkan
pakaian kotor itu lalu pergi ke sungai.
Sebenarnya,
ia pun tidak tertarik untuk mengikuti sayembara
itu, karena ia masih teringat kepada suaminya,
Panji Asmarabangun. Ia akan selalu setia kepada
suaminya meskipun belum mendengar kabar
tentang keadaannya apakah masih hidup atau
sudah tewas dalam Sementara itu, ketiga
saudara
dan ibu angkatnya telah berangkat terlebih
dahulu.
Kini mereka telah sampai di tepi Sungai
Bengawan
Solo. Mereka kebingungan, karena harus
menyeberangi sungai yang luas dan dalam itu,
sementara tak satu pun perahu yang tampak di
tepi sungai.
“Bu, bagaimana caranya kita menyeberangi
sungai
ini?” tanya Kleting Ijo kebingungan.
“Iya, Bu! Apa yang harus kita lakukan?” tambah
Kleting Biru.
“Hai, coba lihat itu! Makhluk apa itu?” seru
Kleting
Abang.
Betapa terkejutnya Nyai Intan dan ketiga putrinya
ketika mengetahui bahwa makhluk itu adalah
seekor kepiting raksasa yang sedang terapung di
atas permukaan air. Menurut cerita, kepiting
raksasa yang bernama Yuyu Kangkang itu adalah
utusan Ande Ande Lumut untuk menguji para
peserta sayembara yang melewati sungai itu.
“Hai, Kepiting Raksasa! Maukah kamu membantu
kami menyeberangi sungai ini?” pinta Kleting
Abang.
Yuyu Kangkang tertawa lebar.
“Ha... ha... ha...!!! Aku akan membantu kalian,
tapi
kalian harus memenuhi satu syarat,” ujar Yuyu
Kangkang.
“Apakah syaratmu itu, hai Kepiting Raksasa?
Katakanlah!” desak Kleting Ijo. “Apapun
syaratmu,
kami akan memenuhinya asalkan kami dapat
menyeberangi sungai ini.”
“Kalian harus menciumku terlebih dahulu
sebelum
aku mengantar kalian ke seberang sungai,” kata
Yuyu Kangkang.
Akhirnya, Kleting Abang dan kedua adiknya
menerima persyaratan Yuyu Kangkang. Satu
persatu mereka mencium si Yuyu Kangkang.
Setelah itu, Yuyu Kangkang pun mengantar
mereka
ke seberang sungai. Selang beberapa saat
kemudian, Kleting Kuning juga tiba di tepi sungai.
Ketika Yuyu Kangkang mengajukan persyaratan
yang sama, yaitu meminta imbalan ciuman,
Kleting
Kuning menolaknya. Ia tidak ingin menghianati
suaminya. Meski ia tidak mau memenuhi syarat
itu, ia tetap memaksa si Yuyu Kangkang untuk
membantunya menyeberangi sungai. Berkali-kali
Kleting Kuning memohon, namun kepiting
raksasa
itu tetap menolak, kecuali Kleting Kuning mau
memenuhi syarat itu.
Kleting Kuning pun mulai habis kesabarannya. Ia
segera memukulkan cambuknya ke sungai dan
seketika itu pula air Sungai Bengawan Solo
menjadi surut. Melihat hal itu, Yuyu Kangkang
menjadi ketakutan dan segera menyeberangkan
Kleting Kuning, dan bahkan sekaligus
mengantarnya hingga sampai di Desa Dadapan.
Setibanya di rumah Nyai Intan, Kleting Kuning
bertemu dengan ketiga saudara dan ibu
angkatnya.
Tak berapa lama kemudian, sayembara pun
dimulai. Secara bergiliran, Kleting Abang dan
kedua
adiknya menunjukkan kecantikan dan kemolekan
tubuhnya di hadapan Ande Ande Lumut. Namun,
tak seorang pun di antara mereka yang dipilih
oleh
Ande Ande Lumut. Melihat hal itu, Nyai Intan pun
berlutut memohon kepada Ande Ande Lumut
agar
memilih salah satu putrinya untuk dijadikan
permaisuri.
“Ampun, Pangeran! Hamba mohon, terimahlah
salah seorang dari ketiga putriku ini! Kurang
cantik
apalagi mereka dengan dandanan yang sebagus
itu?” iba Nyai Intan.
Ande Ande Lumut hanya tersenyum.
“Memang benar, ketiga putri Nyai cantik semua.
Tapi, aku tetap tidak akan memilih seorang pun
dari mereka,” kata Ande Ande Lumut tanpa
memberikan alasan.
“Pengawal! Tolong panggilkan gadis yang
berbaju
kuning itu kemari!” seru Ande Ande Lumut sambil
menunjuk ke arah seorang gadis yang duduk
paling
belakang.
Rupanya, gadis yang ditunjuk oleh Ande Ande
Lumut itu adalah Kleting Kuning. Ketika Kleting
Kuning menghadap kepadanya, pangeran tampan
itu bangkit dari singgasananya.
“Aku memilih gadis ini sebagai permaisuriku,”
kata
Ande Ande Lumut.
Betapa terkejutnya semua orang yang hadir di
tempat itu, terutama Nyai Intan dan ketiga
putrinya.
“Ampun, Pangeran! Kenapa Pangeran lebih
memilih
gadis yang tak terurus itu dari pada ketiga putriku
yang cantik dan menarik ini?” tanya Nyai Intan
ingin tahu.
Ande Ande Lumut kembali tersenyum, lalu
berkata:
“Wahai, Nyai Intan! Ketahuilah, aku tidak memilih
seorang pun dari putrimu, karena mereka ‘bekas’
si Yuyu Kangkang. Aku memilih gadis ini, karena
dia lulus ujian, yakni menolak untuk mencium si
Yuyu Kangkang,” jelas Ande Ande Lumut.
Mendengar penjelasan itu, Nyai Intan dan ketiga
putrinya baru sadar bahwa mereka ditolak oleh
Ande Ande Lumut karena tidak lulus ujian.
Sementara itu, Kleting Kuning masih
kebingungan,
karena belum menemukan suaminya. Namun,
setelah Ande Ande Lumut membongkar
penyamarannya bahwa dirinya adalah Panji
Asmarabangun, barulah Kleting Kuning sadar.
Dengan cambuk sakti pemberian si burung
bangau,
ia segera mengubah dirinya menjadi seorang
putri
yang cantik jelita. Panji Asmarabangun baru
sadar
ternyata Klenting Kuning adalah istrinya, Dewi
Sekartaji. Akhirnya, sepasang suami istri yang
saling mencintai itu bertemu kembali dan hidup
berhagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar